Rabu, 24 Desember 2008

Peningkatan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Melalui Penerapan Peta Cerita pada Model Pembelajaran Jigsaw

PENDAHULUAN
1 Latar Belakang
Membaca merupakan suatu aktivitas mendalami suatu informasi melalui lambang-lambang huruf. Dengan membaca orang dapat memahami apa yang diinformasikan penulis dalam karyanya. Pemahaman itulah yang akan digunakan orang untuk berkomunikasi dengan orang lain. Orang yang banyak membaca akan mendapatkan suatu pengetahuan yang lebih dibandingkan dengan orang yang jarang atau bahkan tidak pernah membaca. Dengan pengetahuan yang dimiliki itu, orang dapat mengkomunikasikan kembali dalam bentuk lisan atau tulisan. Dengan kata lain, membaca dapat membantu seseorang untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi yang lain.
Berdasarkan survey yang dilakukan di SMP 15 Yogyakarta, diperoleh informasi bahwa kondisi pembelajaran membaca di sekolah tersebut pada umumnya mengalami hambatan yang cukup serius. Hal ini terjadi pada semua tingkatan yang ada pada sekolah tersebut. Hal tersebut disebabkan belum adanya proses pembelajaran yang inovatif. Pembelajaran masih dilaksanakan dengan cara yang konvensional yaitu siswa diberi tugas membaca di sekolah atau di rumah. Dalam tugas itu siswa disuruh menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar isi bahan bacaan tersebut. Proses siswa membaca bukanlah tujuan utama. Yang menjadi tujuan adalah siswa mengerjakan tugas sesuai keinginan guru.
Lebih lanjut dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan selama tiga hari di sekolah mitra bersama guru mitra, siswa, dan petugas perpustakaan dapat ditarik kesimpulan (1) pembelajaran membaca masih menggunakan model yang kurang inovatif; (2)kekuranginovatifan tersebut menjadikan kegiatan membaca siswa hanya terbatas pada tugas yang dibebankan; (3)kurangnya membaca siswa menjadikan rendahnya tingkat pemahaman siswa terhadap isi bacaan yang dibaca. Mereka dapat menjawab pertanyaan isi bacaan hanya apabila siswa diberi kesempatan untuk membuka-buka kembali bacaan; (4) rendahnya tingkat pemahaman siswa menjadikan mereka kurang mampu mengungkapkan kembali isi cerita baik secara lisan maupun secara tulisan dengan menggunakan bahasa siswa sendiri. Dari data yang ada, lebih dari 50% siswa dalam penilaian membaca pemahaman, memperoleh nilai di bawah standar kompetensi minimal (KKM) sekolah sebesar 65.
Bertolak dari hasil observasi tersebut di atas, penulis melakukan penelitian tindakan kelas. Penelitian tersebut difokuskan pada penelitian kompetensi membaca pemahaman. Jalan keluar yang akan dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada adalah pemberian alternatif pelaksanaan pembelajaran membaca dengan model dan teknik yang berbeda. Di samping itu, model yang diambil juga harus dapat menggambarkan tingkat pemahaman siswa yang menyeluruh baik pada pemahaman isi yang ditunjukkan dengan kemampuan mengerjakan kuis maupun kemampuan siswa mengungkapkan kembali isi bacaan baik secara lisan maupun secara tulisan. Alternative pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan penerapan peta cerita pada model jigsaw. Alasan pemilihan alternative ini adalah
1. Model ini merupakan model yang mampu mengintegrasikan semua keterampilan berbahasa dari mendengarkan,berbicara,membaca. Dari pelaksanaan model ini diharapkan siswa akan memahami manfaat membaca bagi dirinya.
2. Penggunaan peta cerita dapat membantu siswa memahami keseluruhan isi bacaan tanpa harus membaca buku berulang-ulang. Di samping itu, penerapan peta cerita pada model Jigsaw akan menjadikan pembelajaran terintegrasi secara menyeluruh. Seluruh kompetensi berbahasa dapat dilaksanakan dalam pembelajaran ini baik itu kompetensi menyimak, berbicara, membaca, maupun menulis.
3. Model ini dilaksanakan dengan kooperatif atau kerja sama. Dengan kerja sama ini anak akan terpacu untuk melaksanakan kegiatan membaca karena adanya motivasi dari teman sebaya.
2. Tujuan Peneltian
Penelitian tentang penerapan peta cerita pada model jigsaw dalam pembelajaran membaca pemahaman adalah
1. Mengetahui peningkatan membaca pemahaman siswa yang ditunjukkan dengan kemampuan siswa menjawab pertanyaan bacaan dan kemampuan menceritakan kembali isi cerita baik secara lisan maupun secara tertulis.
2. Mencobakan alternatif model pembelajaran yang lebih inovatif.
3. Mengintegrasikan pembelajaran membaca dengan keterampilan berbahasa yang lain.

Kajian Teoretis
Hakikat Membaca
Membaca merupakan suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis(Tarigan,1986). Dari definisi Tarigan yang ditekankan dalah tujuan membaca yaitu memperoleh pesan yang ingin disampaikan oleh penulis melalui karangannya. Berbeda dengan definisi membaca dari buku pelatihan baca dan tulis provinsi Jawa Timur. Di situ dikatakan bahwa membaca adalah partisipan aktif yang bisa memberikan kontribusi dalam membangun makna isi teks bacaan. (P3M SLTP,2001). Dari definisi ini yang ditekankan adalah proses pemahaman seorang pembaca sehingga dia memperoleh pemahaman yang baru dari bacaan yang dibaca. Dari dua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan membaca merupakan suatu kegiatan untuk mencari informasi dari suatu sumber tertulis. Penekanan dari kegiatan membaca adalah pemahaman secara penuh dari bahan bacaan yang dibaca. Hal ini didukung oleh Hartono dalam tesisnya. Dia mengatakan bahwa muara akhir dari kegiatan membaca adalah memahami ide atau gagasan baik yang tersurat, tersirat, bahkan tersorot dari bahan bacaan. Dalam membaca pemahaman yang menjadi produk yang bisa diukur(Suhartono,2001). Hal ini ditegaskan lagi oleh Zuchdi yang mengatakan bahwa membaca merupakan sebuah penafsiran yang bermakna dari suatu bahasa tulis (Zuchdi,2007)
Ditinjau dari proses kegiatan membaca, kegiatan membaca melibatkan banyak hal yaitu aktivitas visual yang menerjemahkan simbol-simbol; proses berpikir yang mencakup pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, dan pemahaman; psikolinguistik; dan metakognitif (Rahim,2007) lebih lanjut, dijelaskan oleh Klein,dkk mengatakan bahwa membaca mencakup proses, strategi, dan interaktif. Sebagai suatu proses, membaca menunjukkan bahwa informasi dari teks dan pengetahuan pembaca mempunyai peranan utama dalam membentuk makna. Di sini menunjukkan seorang yang tidak pernah membaca akan mengalami kesulitan dalam memahami teks bacaan. Membaca sebagai strategi berarti pembaca menggunakan beberapa cara atau strategi untuk mengkonstruksi makna yang terkandung dalam bacaan. Membaca sebagai suatu interaksi berarti antara pembaca dan teks terlibat interaksi sesuai konteks isi teks. Dalam tahap ini pembaca sudah menemukan suatu kebermanfaatan dari membaca. (Klein dalam Rahim,2007). Pendapat klein ini didukung oleh hasil riset yang dikemukakan Yap. Yap mengatakan bahwa kemampuan membaca seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor kuantitas membacanya. (Yap dalam Harras dan Sulistianingsih dalam Zuchdi,2007) Dari kutipan di atas tampak sekali bahwa adanya satu lingkar keterkaitan yang tidak dapat diputuskan. Lingkar tersebut menyiratkan bahwa untuk dapat dengan mudah memahami suatu bahan bacaan, seseorang harus sering membaca. Pengalaman atau pengetahuan yang diperoleh dari bahan bacaan lama akan membantu pembaca untuk membentuk pengetahuan baru.
Lingkar keterkaitan antara kuantitas membaca seseorang dengan kemampuan memahami suatu bacaan dikatakan sebagai komprehensi membaca. Seperti dikatakan oleh Bourmouth(dalam Zuchdi,2007) yang menginformasikan bahwa kemampuan komprehensi merupakan seperangkat keterampilan pemerolehan pengetahuan yang digenaralisasi yang memungkinkan orang memperoleh informasi dari kegiatan ,membaca yang dilakukan.
Jenis Membaca
Beberapa jenis membaca yaitu
1) membaca sekilas (skimming) yaitu tipe membaca dengan menjelajah bacaan secara secara cepat agar dapat memetik ide-ide utama. Beberapa alasan membaca sekilas.
2) membaca sepintas ( Scanning ) yaitu teknik pembacaan sekilas tetapi dengan teliti untuk menemukan informasi khusus.
3) membaca teliti (Close reading) adalah cara dan upaya untuk memperoleh pemahaman sepenuhnya atas suatu bacaan. (Tarigan, 1986).
Membaca dapat dilakukan dengan bersuara maupun tanpa suara. Membaca dengan bersuara biasanya disebut dengan membaca teknik. Dalam jenis ini yang dipentingkan adalah ketepatan intonasi yang meliputi tempo, nada, tekanan, dan jeda. Contoh nyata dari membaca teknik adalah membaca tata urutan upacara, membaca berita, membaca susunan acara, membaca pengumuman, membaca cerita pendek, membaca puisi, dan lain sebagainya. Lain halnya dengan membaca tanpa suara. Membaca jenis ini yang diutamakan adalah pemahaman pembaca untuk menyerap informasi yang terkandung dalam bahan bacaan. Yang termasuk dalam membaca ini adalah membaca pemahaman. Membaca pemahaman termasuk dalam membaca teliti atau close reading.

c. Peta Cerita
Peta cerita merupakan tabel yang berisi pokok-pokok cerita. Sebagaimana sebuah berita, pokok cerita pada hakikatnya sama dengan pokok berita. Hal tersebut didasarkan pada kesamaan informasi yang terkandung di dalam cerita. Antara berita dan cerita, terkandung pokok-pokok isi yang sering disebut sebagai sebuah istilah 5W+1H. Rumus ini merupakan adopsi dari bahasa inggris. Yang dimaksud dengan 5W + 1H adalah
1) What yang berarti apa berisi tentang peristiwa yang terjadi.
2) Where yang berarti dimana berisi tentang tempat ssuatu peristiwa dalam cerita terjadi.
3) When yang berarti kapan, berisi tentang waktu suatu peristiwa terjadi. Waktu dalam bagian ini meliputi hari, tanggal, atau sesuatu yang menunjukkan waktu seperti sore, dini hari, atau kemarin.
4) Who yang berarti siapa, berisi tentang orang atau tokoh yang terkait dalam peristiwa yang terjadi.
5) Why yang berarti mengapa, berisi tentang alasan atau sebab suatu peristiwa dalam cerita terjadi.
6) How yang berarti bagaimana, berisi tentang proses suatu peristiwa terjadi.

Pembelajaran Membaca
Pemebelajaran membaca, berkaitan sekali dengan model, metode, dan teknik pembelajaran membaca. Beberapa penelitian telah dilakukan berkaitan dengan penerapan model, metode, dan atau teknik membaca yang ada. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan model, metode, strategi, dan teknik membaca yang inovatif, terbukti mampu meningkatkan pemahaman siswa dalam membaca.
Salah satu penelitian yang pernah dilakukan tentang penggunaan teknik membaca adalah Penggunaan Teknik ECOLA (Extending COncept through Language Activities), untuk meningkatkan efektivitas membaca mahasiswa. Penelitian yang dilakukan oleh Zuchdi Dkk ini menghasil kesimpulan sebagai berikut: penggunaan teknik ECOLA terbukti meningkatkan rerata nilai membaca mahasiswa sebesar 2,1875. Di samping itu, ada beberapa temuan yang mendukung keberhasilan penerapan ECOLA. Temuan tersebut adalah (1) mahasiswa cenderung bersemangat, antusias, dan dinamis; (2) kemampuan bekerja secara tim meningkat; (3) teknik ini mengeliminir terjadinya salah konsep terhadap bahan bacaan. (Zuchdi,2006)
Penelitian lain yang dilakukan Zuchdi DKK yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Memahami Bacaan dan Kemandirian dengan Teknik PreReading Plan” dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan teknik PReP terbukti dapat meningkatkan komprehensi membaca. Di samping itu, teknik ini juga dapat meningkatkan kemandirian dengan peningkatan dari 17,16% pada saat pretes menjadi 44,44% setelah post tes. (dalam Zuchdi,2007)
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Hartono dalam tesis Pascasarjananya yang berjudul Efektivitas Pembelajaran Membaca Pemahaman dengan Teknik Skimming-scanning, SQ3R, dan konvensional pada Siswa Pria dan Wanita Kelas 1 SLTP. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah adanya perbedaan yang signifikan antara teknik yang digunakan. Teknik skimming-scanning lebih efektif daripada teknik konvensional; teknik SQ3R lebih efektif darpada teknik konvensional, dan teknik SQ3R lebih efektif daripada teknik skimming-scanning. Dilihat dari jenis kelamin, diperoleh hasil bahwa membaca pemahaman siswa wanita lebih baik daripada siswa pria.
Hasil penelitian di atas menunjukkan betapa pentingnya metode, teknik, atau strategi pembelajaran. Metode, teknik, atau strategi ini telah terbukti mampu meningkatkan pemahaman siswa.
Ada beberapa teknik, metode, atau strategi yang dapat kita terapkan dalam pembelajaran membaca. Metode, teknik, atau strategi tersebut adalah
1) PReP ( Pre Reading Plan / Rencana Prabaca)
Tujuan teknik ini adalah (1) memberikan kesempatan kepada pembaca untuk menemukan gagasan, memperluas, dan mengevaluasinya; (2) memberikan gambaran prosedur pada guru untuk mengukur tingkat pengetahuan siswa sebelum kegiatan membaca dilakukan. Kegiatan yang dilakukan dalam penggunaanan teknik PReP (PreReading Plan) ada beberapa yaitu
a) Diskusi kelompok. Proses pelaksanaan diskusi kelompok terdiri dari beberapa langkah yaitu
Langkah 1 : asosiasi awal konsep yang merupakan asosiasi calon pembaca terhadap kemungkinan konsep-konsep yang akan ditemui dalam bacaan yang akan dibaca.
Langkah 2 : refleksi asosiasi awal
Langkah 3 : reformulasi pengetahuan yang difokuskan pada munculnya gagasan baru atau gagasan-gagasan yang perlu diubah pada langkah 1.
b) Analisis tanggapan
Tahapan ini menginformasikan pada guru tentang pembelajaran yang diharapkan oleh siswa. (Zuchdi,2007, 155-158)

2) Jigsaw ( Tim Ahli )
Langkah-langkah pelaksanaan:
Persiapan
a) penentuan materi
b) Membagi siswa ke dalam tim.
c) Membagi siswa ke dalam kelompok ahli.
d) Penentuan skor awal.
Pelaksanaan Jigsaw
a) Membaca
siswa membaca bagian materi yang menjadi tugasnya dalam ahli.
b) Diskusi Kelompok ahli
c) Laporan tim.
d) Tes individual
e) Recognisi tim yaitu penghitungan skor tim(Slavin ,2008)

3) Metode PQRST
pemberian nama metode ini didasarkan pada singkatan tahapan pelaksaan metode tersebut. Tahapan pelaksanaan dari metode ini diawali dari P (preview), Q (Question), R (Read), S (Summarize), T (tes). Berikut ini adalah langkah-langkah dalam pelaksanaan metode PQRST tersebut.
P (preview).Kegiatan ini adalah melakukan pengamatan awal meneganai identitas buku.
Q (Question). Setelah melakukan kegiatan membaca sekilas pada tahap pertama, pembaca akan membuat pertanyaan tentang informasi apa yang dibutuhkan dalam buku tersebut.
R (Read). Tahap ini adalah kegiatan membaca secara teliti dari bagian awal sampai pada bagian akhir buku.
S (Summarize). Setiap satu bagian kecil dari buku yang dibaca, lakukanlah peringkasan agar informasi yang telah dibaca dapat terekam dengan baik.
T (tes). Tes ini digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman kita terhadap isi bacaan.
(Direktorat PLP, 2008)

4) Metode SQ3R
Metode ini hampir sama dengan PQRST tentang masalah pemberian namanya. SQ3R adalah kepanjangan dari Survey, Question, Read, Recall, Review. Tahapan pelaksanaannya adalah
Survey (menyurvey). Tahap ini adalah tahap mengetahui identitas buku. Survey termasuk tahap pramembaca dalam proses membaca.
Question (bertanya dalam hati). Tahap ini adalah tahap di mana pembaca membuat pertanyaan-pertanyaan yang bersifat prediktif. Tahap ini bertujuan untuk mencocokkan isi buku dengan kebutuhan informasi yang dibutuhkan.
Read (membaca). Dalam tahap ini dilakukan kegiatan membaca secara teliti sesuai dengan kebutuhan yang telah ditentukan.
Recall (mengendapkan dan mengingat kembali). Tahap ini adalah tahap seseorang mengendapkan apa yang telah dipahami dengan berhenti sejenak. Pada tahap ini dapat pula dilakukan pencatatan-pencatatan terhadap informasi yang telah diperoleh.
Review (melihat ulang secara selintas. Tahap ini dilakukan dengan membaca keseluruhan isi buku secara sepintas. Tahapan ini bertujuan untuk mempertajam pemahaman terhadap informasi yang kita peroleh. Di samping itu, tahap ini juga dapat dijadikan sarana untuk menemukan hubungan antarbagian dalam buku sehingga informs yang diperoleh utuh. (Direktorat PLP, 2008)

5) ECOLA (Extending COncept throught Language Activities)
Di kembangkan oleh Smith-Burke (1982) dengan tujuan untuk mengintegrasikan membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan untukpengembangan kemampuan keterampilan membaca. Tahapan yang membangun pelaksanaan ECOLA yaitu
a) Menentukan tujuan yang komunikatif untuk membaca
Sebelum membaca, pembaca diarahkan untuk menentukan tujuan dia membaca. Tujuan tersebut dapat disesuaikan dengan tujuan penulis dapat pula berbeda.
b) Membaca dalam hati
c) Mewujudkan pemahaman melalui aktivitas menulis
Menuliskan tanggapan yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Kesulitan yang dijumapi dapat didiskusikan dengan teman yang lain.
d) Diskusi dan klarifikasi pemaknaan
Diskusi dilakukan untuk mengklarifikasi interpretasi dengan membandingkan tanggapan dan mengubah kesimpulan yang diperlukan.
e) Menulis dan membandingkan
Tahapan ini memunculkan interpretasi lain yang diperoleh dari diskusi dan klarifikasi pemaknaan. Setelah meninjau hasil interpretasi yang telah dilengkapi, pembaca didorang untuk melakukan perubahan interpretasi yang telah dibuat untuk mengungkap strategi yang mereka temukan dalam memahami bacaan.
(Zuchdi,2007,160-165)

Kerangka Pikir
Kemampuan membaca pemahaman siswa di kelas VII SMP Negeri 15 Yogyakarta masih kurang. Hal ini ditunjukkan oleh masih banyaknya siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang telah ditentukan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
media atau buku bacaan yang kurang menarik yang tersedia di perpustakaan
penggunaan model pembelajaran yang kurang inovatif dalam pembelajaran membaca.
Dalam pembelajaran membaca siswa cenderung hanya disuruh menganalisis isi bahan bacaan dan menjawab pertanyaan isi bacaan.
Proses menjawab isi bacaan dilakukan dengan siswa membaca kembali bagian yang berisi jawaban pertanyaan isi bacaan. Dengan demikian proses membaca dilakukan berulang-ulang sebanyak jumlah pertanyaan isi bacaan.
Kondisi semacam itu tentunya akan sangat mengganggu mentalitas siswa untuk menggali pengetahuan dengan membaca. Oleh karena itu, agar tidak berlarut kondisi tersebut perlu dicarikan solusi yang dapat menyadarkan siswa akan pentingnya membaca tanpa membebani siswa dengan kegiatan rutinitas yang membosankan. Salah satu solusi yang diajukan dalam penelitian ini adalah melalui penerapan peta cerita dalam pelaksanaan model pembelajaran yang inovatif. Pemilihan alternative ini didasarkan pada tingkat kemudahan pengambilan solusi dari permasalahan yang ada. Penerapan suatu model atau metode tidak memerlukan biaya yang besar. Cukup dengan keinginan untuk maju, waktu luang, dan sedikit sarana, guru dapat melakukan inovasi pembelajaran demi kemajuan siswa. Dalam pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penerapan peta cerita pada pelaksanaan model Jigsaw. Keinovasian dalam model pembelajaran Jigsaw dibandingkan dengan model konvensional adalah
Kegiatan dilakukan secara berkelompok.
Semua individu memiliki tanggung jawab yang sama besar terhadap kemajuan timnya.
Adanya sifat kompetitif antartim yang sesuai dengan jiwa remaja.
Terintegrasinya semua keterampilan berbahasa dalam satu rangkaian kegiatan pembelajaran.
Siswa akan lebih mudah mengerjakan tugas atas bantuan teman lain.
Karya produk siswa berupa karangan sudah sesuai dengan proses yang seharusnya.
Dengan penerapan peta cerita pada model pembelajaran Jigsaw ini, diharapkan siswa akan lebih mudah memahami suatu bacaan. Lebih lanjut lagi diharapkan siswa akan tertarik untuk membaca karena timbulnya kesadaran akan manfaat membaca. Pada akhirnya diharapkan pula prestasi akademik dan nonakademik siswa baik yang terkait dengan mata pelajaran bahasa Indonesia maupun yang lainnya akan meningkat. Hal ini disebabkan pengaruh kemampuan membaca yang telah terasah dengan baik.

B. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian tindakan kelas tentang penerapan peta cerita pada pelaksanaan model pembelajaran jigsaw untuk meningkatkan kemampuan membaca pemahaman dilaksanakan di kelas VII SMP Negeri 15 Yogyakarta. Model penelitiannya adalah model penelitian versi Kemmis dan Mc.Taggart (1988) yang merumuskan penelitian dengan empat tahapan yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (Acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting).
Tindakan yang akan dilakukan adalah pembelajaran dengan menerapkan peta cerita pada pelaksanaan model pembelajaran jigsaw untuk kompetensi dasar menceritakan kembali cerita anak yang telah dibaca. Produk yang dihasilkan dari pelaksanaan penelitian ini adalah
peta cerita dari setiap tim ahli.
Peta cerita dari tim inti
Produk hasil reproduksi cerita secara tertulis oleh siswa
Dalam penelitian yang penulis lakukan, penulis menggunakan beberapa instrument penelitian. Instrument yang digunakan disesuaikan dengan kegiatan yang dilakukan. Instrumen tersebut anatara lain daftar wawancara, tabel observasi, angket, daftar nilai proses dan hasil belajar, dan daftar refleksi.
Data dikumpulkan dengan beberapa cara yaitu
1. observasi. Teknik ini dipakai untuk mencari data tentang kondisi awal siswa dan keefektivitasan pelaksanaan tindakan.
2. tes. Tes digunakan untuk mengetahui kondisi awal secara riil pada kelas yang menjadi subjek penelitian.
3. wawancara. Teknik wawancara digunakan untuk mengumpulkan data tentang kondisi awal yang riil pada subjek penelitian.
4. Uji produk yaitu suatu bentuk uji mereproduksi kembali suatu yang telah dibaca. Uji ini dapat menjadi gambaran kemajuan siswa dalam memahami suatu bahan bacaan.
Teknik yang digunakan dalam analisis data yang dilaksanakan adalah analisis catatan lapangan yang diperoleh dari observasi oleh kolaborator, peneliti, dan balikan dari siswa. Validasi data yang telah terkumpul dilakukan dengan beberapa cara yaitu
a. member check yaitu memeriksa kembali keterangan atau informasi yang telah diperoleh selama observasi dan atau wawancara untuk mengetahui keajegan informasi tersebut.
b. Triangulasi memeriksa kebenaran hipotesis, konstruk, dan analisis dengan membandingkan antara pandangan guru sebagai peneliti, kolaborator yang melakukan observasi pelaksanaan tindakan , dan lembar balikan dari siswa yang mengalami tindakan secara langsung.
c. Saturasi yaitu melakukan peninjauan kembalai apakah sudah tidak ada data lagi yang dapat ditambahkan.

HASIL PENELITIAN
Penggunaan peta cerita pada model pembelajaran Jigsaw dalam pembelajaran membaca terbukti telah membawa efek positif dalam pembelajaran di kelas. Efek positif tersebut dibuktikan dengan adanya perubahan tingkah laku dan peningkatan nilai. Perubahan tersebut ditunjukkan dari perolehan penilaian proses, penilaian mengerjakan kuis secara individual, penilaian menceritakan secara lisan, dan penilaian reproduksi cerita secara tertulis.
Ditinjau dari penilaian proses, penggunaan model pembelajaran Jigsaw mempengaruhi siswa ke arah yang positif yang ditunjukkan dengan
1) Siswa lebih aktif dalam pembelajaran membaca.
2) Kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa sedangkan guru bertugas sebagai fasilitator, mediator, dan kontrol belajar.
3) Siswa lebih dapat menghargai pembicaraan temannya dan berlatih kerja sama dibandingkan dengan model konvensional.
4) Siswa lebih mudah memahami isi bacaan dengan saling berbagi antarteman.
Data perubahan tingkah laku siswa dapat dilihat dari tabel daftar nilai saat dilakukan diskusi. Diskusi yang dilakukan ada dua jenis yaitu diskusi tim ahli dan diskusi tim inti. Diskusi tim ahli bertugas menghimpun informasi cerita pada satu bagian cerita. Hasil diskusi dibuat dalam peta cerita tim ahli. Peta cerita inilah yang akan digunakan oleh anggota untuk menceritakan kembali secara lisan hasil temuannya dalam diskusi tim ahli
Tabel 1
Rekapitulasi Penilaian diskusi pada diskusi tim ahli
NO
ASPEK YANG DINILAI
KEGIATAN
KETERANGAN
SIKLUS I
SIKLUS II
1
Kerja sama dalam tim
2.7
3.1
4 = baik sekali
2
Inisiatif mengemukakan gagasan
2.5
3.0
3 = baik
3
Perhatian dan penghargaan
2.4
3.1
2 = cukup

terhadap anggota tim.


1 = kurang

Tabel 2
Rekapitulasi Penilaian diskusi pada diskusi tim inti
NO
ASPEK YANG DINILAI
KEGIATAN
KETERANGAN
SIKLUS I
SIKLUS II
1
Kerja sama dalam tim
3.0
3.5
4 = baik sekali
2
Inisiatif mengemukakan gagasan
2.6
3.3
3 = baik
3
Perhatian dan penghargaan
2.8
3.5
2 = cukup

terhadap anggota tim.


1 = kurang
Dilihat dari tabel di atas, tampak bahwa tingkah laku siswa dari tiga kriteria yang dinilai menunjukkan nilai kualitas yang minimal mendekati baik. Nilai kuantitas minimal terendah yang diperoleh sebesar 2,4 atau setara dengan kualitas melebihi cukup pada siklus pertama dan 3,0 atau setara dengan kualitas baik
Ditinjau dari peningkatan nilai, penerapan peta cerita pada model Jigsaw ini terbukti telah mampu membawa siswa memperoleh nilai lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Hal tersebut dibuktikan dari perubahan nilai yang pada pelaksanaan pengerjaan kuis yang merupakan salah satu indikator bahwa siswa telah memahami isi bacaan. Berikut ini adalah tabel peningkatan nilai dari penilaian kuis.
Tabel 3

Peningkatan Nilai Pemahaman Membaca Siswa dari Pelaksanaan Kuis

NO
KEGIATAN
HASIL YANG DICAPAI
KETUNTASAN BELAJAR
NILAI

JML
RERATA
TUNTAS
TDK TUNTAS
% KETUNTASAN
TER
TINGGI
TE
RENDAH

1
Prasiklus
2230
62
12
24
33
87
40

2
Siklus I
2773
77
34
2
94
97
60

3
Siklus II
3003
83
36
0
100
93
70

Peningkatan


Prasiklus-siklus I
543
15
22

61



Siklus I - Siklus II
230
6
2

6




Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa tingkat pemahaman siswa dari mengerjakan kuis lebih tinggi saat pembelajaran menggunakan peta cerita pada model Jigsaw bila dibandingkan dengan model konvensional Ditinjau dari pemahaman mengerjakan kuis, siklus pertama menunjukkan hal positif. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rerata kelas dari 62 pada prasiklus menjadi 77 pada siklus pertama dan meningkat lagi menjadi 83 pada siklus kedua. Di samping itu, dilihat dari jumlah siswa yang telah tuntas sesuai batas kriteria ketuntasan minimal (KKM) sekolah sebesar 65, terjadi kenaikan dari jumlah siswa yang tuntas sebanyak 12 pada kegiatan prasiklus menjadi 34 pada siklus pertama dan 36 atau 100% pada siklus kedua. Untuk lebih jelasnya, data nilai pemahaman siswa dari pengerjaan kuis dapat dilihat pada daftar nilai per kegiatan yang terdapat pada lampiran karya tulis ini.
Di samping nilai kuis, perubahan juga terjadi pada proses menceritakan kembali secara lisan. Ditinjau dari proses menceritakan kembali secara lisan dalam tim inti, diperoleh gambaran bahwa pada siklus pertama ini anak masih belum lancar menggunakan bahasa Indonesia secara lisan. Hal ini ditunjukkan dengan sebagian anak masing memerlukan bantuan bahasa ibu saat harus menceritakan kembali secara lisan kepada temannya. Penilaian penceritaan secara lisan dilakukan dengan menggunakan penilaian teman sejawat (peer evaluasi). Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut
1) Setelah diskusi tim ahli, siswa berkelompok dalam tim inti untuk menceritakan kembali hasil diskusi pada tim ahli secara bergiliran.
2) Setiap siswa diberikan lembar penilaian untuk menilai temannya yang sedang bercerita sambil memahami isi cerita.
3) Penilaian dilakukan dengan mengisi kriteria penilaian yang ada yang sesuai dengan rubrik penilaian yang telah ditentukan.
Pada penilaian ini, setiap siswa dinilai oleh empat orang dari setiap anggota kelompoknya dan menilai diri sendiri. Kriteria penilaian yang digunakan dalam tahap ini adalah kelengkapan informasi, diksi atau pilihan kata, intonasi suara, sikap bercerita, sistematika cerita. Dari hasil penilaian oleh teman sejawat diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4
Rekapitulasi nilai bercerita secara lisan
dengan sistem penilaian teman sejawat
No
kriteria Penilaian
Pelaksanaan Siklus
Peningkatan
I
II
Jumlah
Persentase
1
Kelengkapan Informasi
71
88
17
20
2
Diksi atau Pilihan Kata
61
71
9
13
3
Intonasi Suara
74
75
1
2
4
Sikap
70
74
4
6
5
sistematika
66
68
2
3
Jumlah
342
376
Rerata
68
75

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa unsur diksi pada siklus pertama masih menjadi bagian yang terjelek. Rerata nilai diksi hanya 61 atau masih di bawah KKM. Hal ini terjadi karena sebagian siswa berkomunikasi dalam keseharian menggunakan bahasa Jawa sehingga terbawa pula saat melakukan diskusi.
Penilaian yang lainnya adalah penilaian produk berupa menceritakan kembali cerita secara utuh secara tertulis. Pada penilaian ini, siswa disuruh menceritakan kembali cerita secara utuh berdasarkan peta cerita yang dibuatnya bersama teman satu tim. Proses pembuatan reproduksi cerita ini dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap draft (rancangan kasar) yang dilakukan di rumah sebagai tugas rumah dan tahap revisi. Tahap revisi dilakukan untuk melengkapi bagian cerita yang masih tertinggal dan memperbaiki bahasa dan ejaan setelah dilakukan koreksi oleh guru. Penilaian reproduksi cerita secara tertulis ini mengunakan delapan kriteria penilaian yang terdiri dari (1) Kesesuaian isi, (2)Kelengkapan informasi, (3) Gaya penulisan ,(4) Alur cerita, (5) Sistematika cerita, (6) Diksi atau pilihan kata, (7) Ketepatan ejaan ,(8)Ketepatan tata tulis. Masing masing bagian diberi skor berbeda disesuaikan dengan tujuan penilaian. Penilain dilaksanakan pada tahap draf atau rancangan karena tahap ini dianggap lebih mewakili pemahaman siswa secara murni. Tahap revisis dilakukan untuk penyempurnaan hasil reproduksi saja sehingga sifatnya lebih pada perbaikan.
Tabel 5
Rekapitulasi Penilaian reproduksi cerita secara tertulis
No
kriteria Penilaian
Pelaksanaan Siklus
Peningkatan
Prasiklus
I
II
pra-siklus I
siklus I - II
1
Kesesuaian isi
81
100
100
19
0
2
Kelengkapan informasi
40
86
92
47
6
3
Gaya penulisan
72
89
97
17
8
4
Alur cerita
81
91
96
9
6
5
Sistematika cerita
50
67
94
17
27
6
Diksi atau pilihan kata
58
58
81
0
23
7
Ketepatan ejaan
56
64
74
8
10
8
Ketepatan tata tulis
58
64
76
6
12
Jumlah
496
619
710


Rerata Nilai
62
77
89


% Tingkat Ketuntasan
28
92
100



Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa permasalahan diksi, ejaan, dan tata tulis berada pada nilai di bawah KKM sebesar 65. Setelah dilakukan revisi terhadap diksi, ejaan, dan tata tulis, anak sudah dapat memperbaiki tulisannya menjadi lebih baik. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peningkatan yang cukup besar terhadap ketiga aspek penilaian tersebut pada siklus kedua.
Setelah kita mengetahui hasil penelitian secara perbagian, berikut ini akan ditampilkan data hasil penelitian yang memuat keseluruhan aspek penilaian dalam penelitian. Aspek tersebut terdiri dari penilaian diskusi; penilaian produk peta cerita; penilaian penceritaan secara lisan; dan reproduksi cerita secara tertulis. Daftar nilai keseluruhan terdapat pada tabel berikut ini

Tabel : 6
Rekapitulasi Nilai Keseluruhan Aspek Penilaian
NO
JENIS PENILAIAN
KEGIATAN
KETERCAPAIAN
RENTANG NILAI
KETERANGAN

SKOR
RERATA NILAI
TE
RENDAH
TER
TINGGI

1
Diskusi Tim Ahli
Siklus I
275
64
50
75
Penilaian proses belajar

Siklus II
332
77
67
92

2
Diskusi Tim Inti
Siklus I
304
70
58
75
Penilaian proses belajar

Siklus II
367
85
67
100

3
Penceritaan Lisan
Siklus I
342
68
54
75
Penilaian teman sejawat

Siklus II
376
75
65
80

4
Pembuatan Peta Cerita
Siklus I
575
82
75
88
Penilaian Produk secara kelompok

Siklus II
663
95
88
100

5
Kuis
Prapeneltian
2230
62
87
40
Penilaian pemahaman
secara individual

Siklus I
2773
77
97
60

Siklus II
3003
83
93
70

6
Reproduksi Cerita
Prapeneltian
496
62
46
79
Penilaian produk secara individual


Siklus I
619
77
61
86

Siklus II
710
89
79
96


Keberhasilan penerapan peta cerita dlam pelaksanaan model pembelajaran Jigsaw ini juga tampak dari hasil recognisi pada akhir setiap siklus. Pada siklus pertama semua kelompok mengalami kenaikan rerata skor akhir dari skor awal yang diberikan. Skor awal diperoleh dari penghitungan nilai yang dilakukan pada kegiatan prapenelitian. Pada kegiatan ini diperoleh dua nilai yaitu nilai pengerjaan kuis dan nilai menceritakan kembali secara tertulis. Nilai masing-masing siswa dalam kelompok dijumlah dan dicari reratanya. Skor akhir diperoleh dari perolehan lima nilai yang dilaksanakan dalam setiap siklus. Kelima nilai tersebut adalah nilai dari mengerjakan kuis, proses diskusi ahli, proses diskusi tim anti, penceritaan secara lisan, dan reproduksi cerita secara tertulis. Berikut adalah tabel recognisi tim pada akhir siklus pertama
Tabel 7
Recognisi Tim Siklus 1
NO

NAMA
TIM
SIKLUS I
Peningkatan
KETERANGAN
SKOR
SKOR AKHIR
Jml
%
AWAL
1
2
3
4
5
Jml
Rt
1
Sanusi Pane
64
71
63
73
70
81
359
72
8
12
1 : Kuis
2
A.A Navis
69
74
63
75
69
76
358
72
3
4
2 : Diskusi Tim Ahli
3
Armyn Pane
70
77
67
75
70
77
366
73
3
5
3 : Diskusi Tim Inti
4
Amir Hamzah
68
71
62
75
68
69
344
69
1
1
4 : Bercerita Lisan
5
Idrus
66
75
60
73
70
71
350
70
4
6
5 : Reproduksi Tertulis
6
Khairil Anwar
63
85
63
73
65
76
362
72
9
15

7
N.H.Dini
63
84
67
67
68
80
365
73
10
15

Jumlah
463
538
445
512
478
531
2504
501
Rata-rata
66
77
64
73
68
76
358
72

Dari tabel di atas tampak kenaikan terendah pada tim Idrus yang naik hanya 1% dan yang tertinggi pada tim N.H. Dini sebesar 10 angka kenaikan atau 10%. Pemberian nama pada siklus ini berorientasi pada nama-nama satrawan agar mereka lebih mengenal para sastrawan.
Selanjutnya, pada siklus kedua, kenaikan perolehan dari skor awal dan skor akhir ternyata lebih meningkat. Skor awal pada siklus kedua adalah nilai rerata perolehan siswa dalam kelas tersebut saat menyelesaikan siklus pertama. Hal ini disebabkan adanya perubahan formasi anggota kelompok seperti diusulkan oleh siswa. Perubahan susunan anggota kelompok sebenarnya sudah dilontarkan sejak awal pelaksanaan siklus pertama. Namun realisasinya baru dapat dilaksanakan pada siklus kedua. Hal ini disebabkan tidak dimungkinkannya perubahan susunan anggota tim di tengah pelaksanaan siklus. Seperti pada siklus pertama, skor akhir diperoleh dari akumulasi hasil setiap siswa dalam satu tim setelah menyelesaikan keseluruhan kegiatan dalam siklus tersebut. Untuk lebih jelasnya peningkatan hasil nilai kelompok pada recognisi siklus kedua terdapat pada tabel berikut.



Tabel 8
Recognisi Tim Siklus II
NO

NAMA

TIM
SIKLUS II
Peningkatan
KETERANGAN

SKOR
SKOR AKHIR
Jml
%
AWAL
1
2
3
4
5
Jml
Rt
1
Naruto
72
88
76
85
77
93
420
84
12
17
1 : Kuis
2
Spiderman
72
82
81
86
75
91
414
83
11
15
2 : Diskusi Tim Ahli
3
C.Ronaldo
72
84
74
82
76
86
403
81
9
12
3 : Diskusi Tim Inti
4
Laskar Pelangi
72
79
76
79
75
87
397
79
7
10
4 : Bercerita Lisan
5
David Becham
72
83
78
82
74
83
400
80
8
11
5 : Reproduksi Tertulis
6
Ayat-ayat Cinta
72
84
76
83
74
85
403
81
9
12

Jumlah

501
461
497
451
526
2436
487
Rerata

83
77
83
75
88
406
81

Dari tabel di atas dapat terlihat kenaikan terendah sebesar 7 angka atau 10% sedangkan kenaikan tertinggi sebesar 12 angka atau 17%.

PENUTUP
1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu
a) Pembelajaran dengan menerapkan peta cerita pada model pembelajaran Jigsaw terbukti telah meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa yang ditunjukkan dengan peningkatan nilai pada kuis dan menceritakan kembali baik secara lisan maupun secara tertulis.
b) Pembelajaran model Jigsaw terbukti mampu meningkatkan aktivitas dan kerja sama antarsiswa yang ditunjukkan dengan peningkatan kemampuan bekerja sama dalam tim.
c) Penggunaan peta cerita pada model Jigsaw terbukti mampu menjadi sarana untuk menciptakan pembelajaran terintegrasi sehingga dapat mengasah keseluruhan keterampilan berbahasa siswa baik keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
d) Penggunaan peta cerita mampu menjadi sarana bagi siswa untuk memahami keseluruhan isi bacaan tanpa harus membaca berulang-ulang.

2 Saran
1. Pembuatan perencanaan pembelajaran dalam pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas harus benar-benar dibicarakan dengan guru mitra sehingga dapat dieliminir kelemahan-kelemahan yang mungkin akan terjadi.
2. Instrument penelitian harus dapat mengukur secara tepat sehingga data yang diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan.
3. Apabila kita akan melakukan penilaian dengan penilaian teman sjawat (peer evaluasi) antar siswa, buatlah rubric penilaian yang jelas pengukurannya. Jangan sampai siswa merasa bingung menilai temannya. Apabila yang terjadi seperti itu, maka hasil evaluasi tidak akan dapat menggambarkan secara sempurna kondisi yang sebnarnya.
4. Refleksi yang baik akan dapat membantu penyusunan perencanaan program selanjutnya. Oleh karena itu, lakukan refleksi sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Semakin banyak orang yang memberikan refleksi terhadap pembelajaran yan telah kita laksanakan akan semakin baik karena kelemahan dan kelebihan akan dapat terungkap secara menyeluruh.
5. Usahakan semua kegiatan dalam pelaksanaan PTK di sekolah terdokumentasi dengan baik. Dokumentasi yang baik akan mempermudah kita dalam pembuatan laporan hasil penelitian.


DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A.Chaedar. 2005. Pengantar Penelitian Linguistik Terapan. Jakarta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Arikunto, Suharsimi; Suhardjono, dan Supardi.2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara.
AR.,Syamsudin dan Vismaia S. Damaianti.2008. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung : Rosda Karya.
Balai Pustaka.Hikayat Puti Zaitun. Jakarta : Balai Pustaka.

Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. 2005. Bahasa dan Sastra Indonesia Pengembangan Keterampilan: Membaca Pemahaman. Bahan Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru SMP.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur. 2001. Pelatihan Baca Tulis untuk Guru SLTP Propinsi Jawa Timur Tahun 2001. Kumpulan Materi pokok.
Hartono.2001. Efektivitas Pembelajaran Membaca Pemahaman dengan Teknik Skimming-scanning,SQ3R, dan konvensional pada Siswa Pria dan Wanita Kelas 1 SLTP. Tesis UNY.
Jamaludin. 2003. Problematik Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Yogyakarta : Adi Cita.
Madya,Suwarsih. 1994. Panduan Penelitian Tindakan. Yogyakarta: Lembaga Penelitian IKIP Yogyakarta.

Oeban ,Bambang.2000.Dr.Cipto Mangunkusumo.Jakarta: Elex Media Komputindo.

Rahim, Farida. 2007. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta : Bumi Aksara.
Riansyah.2001. Putir Busu dan Bawi Sandah.Jakarta : Elex Media Komputindo.
Slavin, Robert E.2008. Cooperative learning : teori, riset, dan Praktik.Bandung: Nusa Media.
Sujanto, J.Ch. 1988. Keterampilan Berbahasa : Membaca – Menulis – Berbicara untuk Mata Kuliah Dasar Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Dirjen Dikti.
Suyatno.2004. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra : Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Surabaya : SIC
Tarigan, Henry Guntur. 1983. Membaca Ekspresif. Bandung: FBPS IKIP Bandung.
Tim Pelatih Penelitian Tindakan Kelas UNY. 1999. Kumpulan Materi Penelitian Tindakan Kelas (Action Research) .Yogyakarta: UNY.
Zuchdi, Darmiyati. 1996. Pembelajaran Menulis dengan Pendekatan Proses. Pidato Karya Ilmiah disampaikan pada Sidang Senat FPBS UNY.
----.2007.Strategi Meningkatkan Kemampuan Membaca : Peningkatan Komprehensi. Yogyakarta : UNY Press.
Zuchdi,Darmiyati DKK.2006.Peningkatan Keefektifan Membaca Mahasiswa dengan Teknik Ecola. Yogyakarta : FBS UNY.