Kamis, 11 Maret 2010

Menjadi Guru Profesional, tidak Sulit

Kata-kata dalam judul artikel ini barangkali tidak berlebihan dikemukakan saat ini. Mengapa? Kalau dahulu kata-kata ini dikemukakan barangkali kita sepakat untuk tidak setuju. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya para guru yang mengajar dengan persipan yang kurang bagus. Tidak perlu tersinggung dahulu. Coba kita kita melihat di sekitar kita. Pernahkah Anda melihat guru yang lebih senang ngobrol di ruang guru, bermain catut, membaca koran, atau bermain tenis meja sementara anak-anak dibiarkan mencatat materi pelajaran; pernahkah Anda melihat guru yang ditanya siswa marah-marah karena mengira siswa tersebut sedang menguji kemampuannya?; atau pernahkah Anda melihat guru yang gemar marah dan menghukum siswa sementara pembelajaran yang dilakukannya tidak dapat diterima siswa? Semua itu ada potret guru zaman dahulu.

Lalu bagaimanakah guru zaman sekarang? Masih adakah hal-hal tersebut terjadi di sekitar kita? “Inna lillahi wa inna Ilaihi Roji’un” kalau itu masih terjadi di zaman sekarang. Atau bahkan kita sendiri yang melakukan hal-hal “jelek” seperti itu? Bertaubatlah wahai guru kalau kita pernah atau bahkan masih melakukan hal-hal “Jahiliyah” semacam itu.

Maaf kalau saya menggunakan kata “Jahiliyah” dalam tulisan ini. Jahiliyah secara makna adalah kebodohan. Namun, mana mungkin seorang guru bodoh. Maka dari itu saya menggunakan kata jahiliyah yang menunjukkan makna hakikat yaitu orang yang mengetahui kebenaran sesuatu tetapi orang tersebut tidak mau melaksanakan kebenaran tersebut. Mereka asyik dengan kondisi yang sekarang dia lakukan meskipun sudah tidak berlaku dan tak bermutu.

Pemerintah berusaha meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Niat baik pemerintah itu sudah dilengkapi dengan sarana pendukung. Sarana tersebut salah satunya adalah dengan diberikannya tunjangan profesi guru secara bertahap. Pemberian tunjangan tersebut tentunya menyedot dana yang cukup besar. Coba bayangkan jumlah guru yang ada di Indonesia dikalikan dengan gaji pokok mereka. Wah, tentunya sudah milyaran rupiah per bulan yang harus dikeluarkan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Pertanyaan selanjutnya adalah: Sudahkah kita menjadi guru yang diharapkan oleh pemerintah? Barangkali kalau secara ideal 100% belum, tapi paling tidak ada keniatan dan usaha kita untuk menjadi guru yang profesional. Sulitkah menjadi guru yang profesional? Saya pikir sulit dan tidaknya sesuatu tergantung pada kita sendiri. Tidak ada sesuatu yang sulit kalau kita mau mengerjakan. Namun demikian juga tidak ada yang mudah kalau kita tidak mau mengerjakan. Ada bayak usaha yang dapat kita kerjakan untuk menjadi guru yang profesional. Di antara usaha tersebut adalah:

1. Baca dan baca untuk menggali terus ilmu-ilmu yang bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Sebagai contoh kita mencari informasi tentang metode, media, pendekatan, atau teknik pembelajaran yang terbaru.

2. Mencoba menerapkan beberapa ilmu yang didapat di dalam kelas.

3. Melaksanakan tugas sesuai dengan porsinya masing-masing. (masih ingat tugas guru? Yap, yaitu merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, menganalisis hasil evaluasi, melakukan remidial dan pengayaan berdasarkan hasil analisis)

4. Berusaha berbuat lebih baik dari kemarin dengan banyak berinovasi.

Nah selamat bekerja, dan jadilah guru yang menjadi dambaan anak-anak. Besok Insya Allah disambung dengan pengembangan profesi guru.

Tidak ada komentar: